background

Countdown

 
Ketika kita memperhatikan secara seksama setiap detik yang ada, kita bisa menemukan detik yang 'bagus', misalnya : 59:59  ; 58:59  ; 58:58  ; 55:55  ; 50:50  dst...

And dalam hidup ini kita juga dibatasi oleh 'waktu', bisa kita sebut tahun, tanggal, jam, dll..
Mungkin dengan perbandingan 1 hari kita, seribu tahun Tuhan (Maz 90:4), setiap hari kita bagi Tuhan udah kaya detik kali ya.
Setiap tanggalan bagus yang kita lewatin, 9.9.9; 12.12.12;  12.13.14 dst..
Manusia berusaha memakai tanggal2 cantik itu untuk momen2 penting menurut mereka, tapi apakah itu penting buat Tuhan? Karena buat Tuhan itu hanya sekedar detik yang berlalu, kebetulan saja memunculkan angka yang 'bagus. Tiba-tiba Tuhan udah Yesus udah datang ke-2 kali aja.

Gembala yang baik

Suatu hal yang menarik jika kita disebut sebagai domba, bukan binatang lain. Pasti dengan alasan.
Dalam Mazmur 25 yang ditulis oleh Daud menggambarkan bagaimana pengalaman seorang Daud yang mengalami Allah sebagai Gembala dalam hidupnya. Dan oleh Yesus kemudian diperjelas lebih detail tentang gembala seperti apakah Allah.

Yohanes 10:1-18 (ISH)
 
1 "Sungguh benar kata-Ku ini: Orang yang masuk ke dalam kandang domba lewat pagar, dan tidak melalui pintu, tetapi memanjat lewat jalan lain, orang itu pencuri dan perampok.
2  Tetapi orang yang masuk melalui pintu, dialah gembala domba.
Pintu, berbicara tentang ada tata cara yang sopan, ada tata krama, bukan memaksa. Itulah cara Yesus mengajak kita dengan lembut untuk mengetahui jalan keselamatan dan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang sebenarnya.


Matius 11:28
Datanglah kepada-Ku kamu semua yang lelah, dan merasakan beratnya beban; Aku akan menyegarkan kamu.  Ikutlah perintah-Ku dan belajarlah daripada-Ku. Sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati, maka kamu akan merasa segar.

3  Penjaga kandang membuka pintu untuk dia, dan domba-domba mengikuti suaranya pada waktu ia memanggil mereka dengan namanya masing-masing dan menuntun mereka ke luar. 
Mengikuti suaranya. Taukah anda, bahwa domba itu mengenali suara si gembala, dan hanya merespon kepada suara si gembala? Ini dia hsil testnya...



Haruskah PH itu seiman?

*PH = pasangan hidup = jodoh

Dalam masa single gue (alias saat blm punya calon PH) kalau lagi galau, sering banget mikir,
apa gue kompromi aja ya. Gue rasa standard gue ketinggian kali ya, nyari yang sesuai standard Tuhan itu susah bener (anak Tuhan, dewasa rohani), malah kayanya udah ga da, klo ada juga belum tentu buat gue.

Apalagi klo lagi bandingin dan diomongin sama kanan kiri depan belakang, "masa sih ga da pacar?"
Gue cuma bisa senyum klo ditanya tuh kalimat, padahal dalam hati kesel juga, siapa sih yg kaga mau, cuma calon sesuai yang gue tau (cinta Tuhan) belum ada.

Misa, gue sempet di deketin orang yang perawakan OK lah (ganteng), kerjaan OK, anak baek2 juga, katanya juga cuocok banget sama eke, tapi sayang bukan anak Tuhan, jadi mau jalanin juga udah gak damai sejahtera duluan. Pas klo lagi moment2 gini suka tawar2an sama Tuhan, "... ini orang buaekkk banget Dad, kalah orang kristen baeknya, masih tetep bukan dia ya orangnya?"
Pernah juga ada yang udah sama2 percaya Tuhan juga kok, entah satu agama atau beda agama 'dikit', tapi tetep Tuhan bilang bukan. Apa yang kurang Dad, doi percaya juga kok sama Daddy?

Setelah gue pernah coba jalanin, ternyata memang BENER2 GAK BISA dijalanin. Temenan aja butuh yg nyambung, apalagi ini buat teman sisa hidup, kudu yang nyambung! Jadi gue belajar untuk tidak memulai sesuatu yang sudah tau tidak akan bisa gue akhiri. Misal, beda keyakinan (agama), ujungnya kan salah satu harus ngalah, sedangkan gue sampe taun jebot gak mau ngalah karena sebagai pertanggung jawaban dari kebenarang yang udah gue tau. Dan gue juga gak bisa ngarep dia berubah menjadi pemeluk agama sama kaya gue, apalagi berubah cuma karena cinta sama gue.

Karena case ini, membuat gue jadi penasaran dan ingin mencari tau juga, apa sih dasar pemikiran dan logika dari kebenaran ttg PH yang seiman itu? Ayat doank buat gue kadang kaga cukup, perlu  penalaranya juga. Ini dia penjelasannya yang sempet gue dapetin, mudah2an bisa gue uraikan dengan cukup jelas ya.

Esensi Surga

Apa yang ada dipikiran kalian jika mendengar kata surga, apakah gambar2 pemandangan dibawah ini mendeskripsikan tentang tempat yang kita nanti-natikan setelah kehidupan di dunia ini (surga)?



Ehm, bisa jadi surga seperti ini, bahkan mungkin sangat jauh lebih indah banget. Tapi apa sebenarnya inti dari surga itu? Banyak yang mengindikasikan surga itu sebagai sebuah keindahan tiada tara, kenikmatan, kesenangan, dll. Tidak salah, tapi apakah surga hanya sebatas keindahan, kesenangan, kenikmatan, tidak ada sakit penyakit?

Apakah dunia lain itu ada?


Written for Majalah Pearl Ed 18 
‘Ihhh merinding nih gue, ada setan lewat kayanya.’
‘Katanya disana ada penunggunya loh, cewe rambut panjang bla bla…’

‘Jangan lupa bilang permisi atau numpang-numpang loh kalau lagi lewat daerah yang sepi dan anker, nanti kalau enggak bisa di gangguin’

*Jangan takut dan merinding disko ya baca contoh pernyataan-pertanyaan diatas, ini cuma contoh dan kita mau ungkap kebenarannya*



Tentunya kalian sudah tidak asing dengan pernyataan-pernyataan diatas, apalagi budaya negara kita identik dengan hal mistik. Di beberapa stasiun tv juga ada yang menayangkan acara yang sengaja menelusuri tempat-tempat tertentu untuk membuktikkan keberadaan mahkluk dan dunia lain. Biasanya dengan uji nyali atau di setiap acara mendatangkan cenayang/paranormal yang akan memberitahukan keberadaan mahkluk-mahkluk itu. Sebenarnya dunia para makhluk lain seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, jin dan lainnya bener ada ga sih?

Orang benar itu...

Orang baik belum tentu benar, tapi orang benar pasti orang baik. Benarkah?
Memangnya apakah yang dimaksud dengan orang benar itu?
Orang yang hidup benar. Orang yang melakukan kebenaran. What else?
Tapi 'benar' bagaimana nih? Cukup orang yang melakukan apa yg benar? Itu saja...?Atau apa yang pada akhirnya bisa membuat kita tau seseorang itu benar atau tidak?
Benar bagaimana yang di katakan benar?
Bagaimana dengan mereka yang merasa/ mengaku dirinya melakukan hal yang benar?

Saya banyak melihat, sekarang kebanyakan sesoerang akan merasa melakukan hal benar ,karena apa yang dilakukan itu, dilakukan juga oleh banyak orang.


Benar karena melakukan kebenaran sesuai Alkitab, perintah Tuhan? Bagaimana dengan orang Yahudi / ahli tarurat yang dengan persis afal dan melakukan apa yang mereka percaya dan ketahui adalah sebuah kebenaran?

Jadi apa ukuranny, atau maksudnya darimanan kita mengetahui orang itu benar? Sebagai orang percaya pengikut Kristus, tentunya kita membahas menurut kebenaran Alkitab.

Woman at The Well...


WOMAN AT THE WELL, WOMAN WHO FIND TRUTH
(Yohanes 4:1-42)


Kita tentu mengetahui bahwa Alkitab bukan hanya memuat cerita tentang bagaimana Allah berperkara dengan pria, tetapi juga wanita.  Sebut saja beberapa diantaranya: Hawa sebagai wanita yang pertama kali jatuh dosa, Sara yang meragukan apa yang Tuhan mau beri, Hagar yang tetap dipelihara Allah, Rut dari bangsa Moab yang mendapat kasih karunia Allah, Ester menyelamatkan bangsa Yahudi di Babylonia dari pembantaian , Maria yang melahirkan Yesus,  sampai Maria Magdalena yang mengalami pengampunan  dan lainnya. Hidup mereka bukan hidup yang sempurna, atau yang tanpa beban ataupun masalah, tapi Allah bisa memakai mereka untuk menjadi berkat dan ada dalam penggenapan rencanaNya. Mereka bisa seperti itu menurut saya karena mereka ada dalam Tuhan dan menemukan iman dalam kebenaran untuk menjalaninya. Menemukan kebenaran merupakan sesuatu yang penting, karena hanya kebenaran yang membuat kita bisa hidup sesuai apa yang Tuhan mau.

Amsal  21:3 
Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN daripada korban

Dan Tuhan punya cara yang berbeda-beda (personal) terhadap masing-masing kita untuk kita bisa menemukan kebenaran itu, karena Dia yang menciptakan kita tentu Dia yang paling mengetahui bagaimana membuat wanita bisa mengerti kebenaran dan mengalaminya. Mungkin salah satu cerita tentang wanita Samaria yang akan kita gali, akan menginsprasi. Karena saya pribadi menemukan banyak pembelajaran sehubungan dengan bagaimana kerinduan Allah untuk memulihkan kehidupan setiap kita lewat kebenaran.


Di suatu siang yang terik, Yesus yang sedang dalam perjalanan dari Yudea ke Galilea , memutuskan untuk beristirahat sejenak di daerah Samaria yang harus dilewatinya. Sambil menunggu murid-muridNya, Yesus memilih duduk dekat pinggir sumur karena mengalami kelelahan. Tidak lama kemudian datang seorang wanita yang hendak menimba air. 

Yesus (Y) :  “Nyonya, bisakah saya meminta air untuk minum?”  Yesus membuka percakapannya.

MELAKUKAN KEBENARAN ITU…



written for BUILD june 2014
*versi pribadi alias belum di edit* 
 
Banyak dari kita tentu mengetahui bahwa, menjadi seorang Kristen bukan sekedar ke gereja setiap minggu dan terlibat pelayanan. Tapi tentang meneladani hidup Yesus, dengan mempraktekkan kebenaran firman Tuhan dalam hidup kita sehari-hari. Dan dalam kenyataannya melakukan hal ini memang bukan perkara yang mudah, saya pribadi juga salah satu orang yang tidak selalu berhasil mempraktekkan setiap kebenaran yang saya ketahui, karena bertentangan dengan kehendak daging saya.

Banyak tanggapan yang sering terdengar juga dari mereka-mereka yang sulit melakukan kebenaran bahwa, ‘lebih baik tidak tau daripada tau tapi tidak bisa dilakukan.’
 Juga timbul pertanyaan ‘kenapa kita harus susah-susah melakukan kebenaran ini hingga menyiksa diri
Atau bisa juga karena malu, karena tidak banyak yang melakukan hal ini dengan serius dan banyak orang mengaanggap kita aneh, ngawang karena bela-belain melakukan hal ini.

Melakukan kebenaran itu sangat penuh perjuangan, tapi bukan sesuatu hal yang mustahil untuk dilakukan.
Melakukan kebenaran dimulai karena kita mengetahui suatu kebenaran untuk dilakukan. Tapi sayangnya ada yang merasa bahwa kebenaran yang kita ketahui seperti menjadi sebuah beban. Saya sendiri pernah merasakannya, tapi disinilah pengujian tentang hidup menjadi Kristen atau hanya memeluk agama Kristen. Tapi saya coba belajar mencari tahu apa alasan kebenaran itu memang harus melakukannya. Dan saya coba membagikan dari apa yang saya dapatkan.

Kenapa kita harus melakukan?

Stand alone...

Ada bau gak enak dikamar tidur gue. Baunya gak enak banget,  mengganggu tidur gue berhari-hari..
Begitu menginjakkan kaki di pintu kamar, bau nya strong benerrr...
Tapi kok, klo kelamaan dikamar, bau nya agak 'berkurang' ya. Mungkin karena indra penciuman gue sudah terbiasa atau beradaptasi.

Dari kejadian ini, jadi di ingatkan tentang pandangan atau penilaian kita terhadap sesuatu yang tidak benar. Awalnya kita tahu itu salah (dosa), Kita risih, gak nyaman dan sebagainya...
 Tapi klo kita sudah 'masuk' atau ada di dalamnya,...
Apakah kita akan tetap terus peka akan adanya ketidak beresan itu, atau akan terbiasa?

Ehmm...
For me, hidup di tengah dunia yang bisa dikatakan tidak semakin 'baik'.
KEMUNGKINAN besar kita bisa terbiasa dan lebih parahnya terpengaruh / terserat atau sejenisnya...

Let God keep hold my hand

Waktu itu gue diminta jagain saudara gue yang masih kecil, umur setahuan bentaran. Nih anak bolak balik jalan muter sana sini, di tempat yang sedikit terbuka, dengan alasnya agak kasar berbatu dan tempat yang tidak biasa buat dia. Jadi karena hal ini, gue bermaksud untuk pegangin dia trus sambil dia jalan-jalan supaya dia gak jatuh. Kan kalau jatuh ntar dia sakit sendiri, nangis and luka. Tapi namanya anak kecil, apalagi tipe gak bisa diem kaya saudara gue ini, kagak mau dia dipegang. Gue juga maunya biar dia bebas maen, gak usah gue pegang, tapi ini karena gue tau tempatnya beresiko makanya gue kekeh pegangin dia,bukan tempat aman, dengan alas kanan kiri empuk, eh dia malah ngebuang tangan gue, dan asik sendiri jalan sana sini.

Di momen ini gue jadi inget, begini kali ya sikap gue ke Tuhan yang secara ga sadar suka nolak untuk dituntun sama Tuhan. Tuhan tau gue harus dituntun, dipegang, digandeng karena situasi atau tempat gue jalan itu beresiko atau berbahaya. Tapi gue kadang (atau sering) nolak tuntunanNya, entah karena lupa dan asik sendiri sama hal yang sedang gue jalanin, karena merasa bisa , udah biasa atau udah pernah jalanin sebelumnya. Misalnya : pura2 ga peka, males lakuin karena merasa klo gue lakuin itu juga gak ngaruh deh, gak percaya intinya. Aduh malu banget sama Tuhan.